Para Hulubalang Aceh |
Ulèëbalang atau Hulubalang dalam bahasa indonesia nya adalah masyarakat yang menempati kelas atas dalam stratifikasi masyarakat feodal aceh para hulubalang ini diberi gelar bangsawan Teuku (Laki-laki) dan Cut (Perempuan) . pada awalnya hulu balang adalah jabatan untuk pemimpin militer yang memimpin pasukan dalam medan perang namun dalam perkembangan selanjutnya para hulubalang diberi hak untuk mengelola tanah negara setempat oleh sultan melalui surat pengangkatan Sarakata yang dibubuhi dengan cap sikureuëng sebagai tanda dilantiknya seorang hulubalang untuk memimpin nanggroe atau daerah kekuasaan setempat.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan. hulubalang akan memberlakukan pajak bagi rakyat yang mempergunakan fasilitas kenegaraan seperti saluran irigasi dan pajak lintas antar nanggroe kemudian sultan akan meminta sebagian dari pajak yang sudah dikumpulkan oleh hulubalang.
kemudian lagi para hulubalang diberi hak untuk membentuk aparatur pemerintahannya sendiri dan membentuk pasukan. hal ini diberlakukan karena sering terjadi konflik perebutan wilayah antar hulubalang karena tidak jelasnya garis demarkasi wilayah yang menjadi garis pembatas antara satu wilayah dengan lainya.
sistem ini mengingatkan kita kepada sistem Shogunate jepang dimana Sultan atau shogun memiliki kekuasaan penuh atas wilayah kekuasaannya sementara para daimyo atau hulubalang menjadi tuan tanah diatas kekuasaan shogun untuk membantu shogun menyelenggarakan administrasi pemerintahan dan mempertahankan daerah kekuasaanya setempat.
dalam penyelenggaraan pemerintahan kesultanan aceh. terdapat tiga kelas elit yang mengatur kehidupan masyarakat aceh yaitu pertama adalah sultan yang mengatur roda pemerintahan secara keseluruhan dan mengawasi para hulubalang agar tidak bertindak sewenang-wenang, kedua adalah para hulubalang yang mengatur daerah kekuasaan masing-masing, dan yang ketiga adalah Ulama yang bertanggung jawab memberikan pendidikan moral dan pengetahuan kepada masyarakat. ketiga kesatuan ini menjalankan roda pemerintahan yang saling berkaitan satu sama lain dan memiliki peran masing-masing. namun keseimbangan ini tidak berlangsung lama. setelah adanya invasi belanda dan perang aceh. tiga kesatuan ini menjadi terpecah belah akibat dari adanya siasat Devide et impera dan kekalahan aceh. yang mengakibatkan turunnya peran sultan dalam fungsi kenegaraan serta akibat mulai melemahnya pengawasan terhadap hulubalang sehingga para hulubalang kini memiliki kekuasaan tak terbatas dan sebagian lainnya bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat hingga pada akhirnya para ulama yang juga ikut terpecah belah dalam faksi pro belanda dan anti belanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar